Sunday, August 19, 2018

Perjuangan Meraih Impian STEI ITB 2018

          Hallo semuanya, udah lama banget aku gak ngepost nih, udah berdebu banget pastinya ini blog. Selama kelas XII aku bener-bener gak sempet buat ngeblog karena bener deh, kelas XII itu sungguh sibuk, ditambah lagi harus memikirkan dimana nanti aku kuliah. Dan sekarang adalah saat yang tepat. Di postingan kali ini aku mau berbagi pengalaman tentang perjuangan di kelas XII yang nantinya berjuang lagi untuk masuk perguruan tinggi nantinya. Sesuai judulnya, tulisan ini juga akan mengarah kepada Perjuangan Meraih Impian STEI ITB 2018. Baiklah, sebelumnya dalam cerita ini, kata ‘aku’ akan lebih mendominasi berhubung tulisan ini adalah tulisan mengenai pengalaman yang benar-benar menjadi bagian terpenting dalam hidupku. Jadi, beginilah kisahnya.

Masuk menuju Perguruan Tinggi Negeri Favorit tentu adalah impian setiap orang. PTN favorit seperti ITB, UI, dan UGM merupakan Big Three PTN yang memiliki keketatan yang sangat tinggi untuk masuk ke tiga kampus tersebut. Untuk masuk menuju Perguruan Tinggi Negeri, terdapat 3 jalur yang bisa ditempuh, yaitu SNMPTN, SBMPTN, dan Ujian Mandiri. SNMPTN adalah Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri, yaitu seleksi tanpa tes yang menggunakan nilai rapor untuk penyeleksiannya atau biasa dikenal dengan Jalur Undangan. Sedangkan SBMPTN adalah Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri yang paling bergengsi untuk mendapatkan PTN yang diinginkan peserta.  Persentase Banyak Peserta SBMPTN yang lolos dari tahun ke tahun hanya 16-20%. Sungguh kecil bukan? Itu masih secara keseluruhan, bagaimana kalau melihat setiap jurusan? Jurusan favorit seperti masuk Big Three PTN kebanyakan hanya memiliki persentase kisaran 1-5%, kecil sekali bukan? Dengan kecilnya persentase tersebut, aku mengikuti bimbel ternama di Jakarta, yaitu BTA 8 Jakarta dengan pola hari Senin-Rabu karena aku terlambat mendaftar di hari Minggu sehingga hanya tersisa pola hari biasa untuk mendapatkan kelas khusus.

Senin, 17 Juli 2017, sepulang sekolah pukul 3 sore, aku langsung pergi menuju BTA menggunakan ojek online, tidak pulang ke rumah lagi karena jarak yang terlalu jauh. Perasaan aku sungguh bergejolak karena jujur saja, aku tidak suka kalau harus les sepulang sekolah, apalagi kalau harus pulang malam jam 8 malam setiap minggunya di hari Senin dan Rabu, belom lagi ditambah Ekskul di hari lain dan tugas-tugas yang berat. Di BTA, mulailah aku berkenalan satu-satu dengan orang yang duduk dekat dengan aku, namanya Admiral, Abril, Rafi. Hari pertama itu juga langsung masuk materi, Biologi tentang Pertumbuhan Perkembangan bersama Kak Adit dan Matematika tentang Dimensi Tiga bersama Kak Nazar. Selesai BTA, aku harus pulang dengan jarak yang cukup jauh menggunakan ojek online dan tentu saja jalan pulang yang aku lalui itu adalah jalan utama yang setiap hari macet dengan waktu tempuh rata-rata adalah 40 menit. Sampai rumah pun aku lelah, selesai makan, lalu mandi, dan langsung tidur. Untung saja belom ada PR atau tugas saat itu. Saat itu, aku belom mengetahui medan perang sesungguhnya untuk masuk PTN. Belom ada dorongan yang mengingatkan aku kalau masuk PTN itu medan yang penuh pertumpahan darah. Jadi bimbel yang aku ikuti pada awal-awal itu hanya aku ikuti dan maknai seperti bimbel atau les untuk sekolah saja.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, tahun baru adalah awal yang baru. BTA di bulan Juli dan Agustus saat itu belum memecahkan semangat aku buat menepati janji-janji aku buat menjadi lebih rajin di sekolah. Sepulang BTA di hari kedua, selesai makan dan mandi, aku menyempatkan diri mengerjakan tugas dan pr yang diberikan di sekolah. Tapiii.. memasuki Bulan September, lunturlah semangat aku. Tugas-tugas mulai terlantar karena ternyata banyak sekali tugas-tugas dan PR yang berat dan over sehingga seminggu penuh itu seringkali aku begadang. Hari BTA, yaitu Senin dan Rabu, sampai rumah langsung mandi dan tidur tanpa makan lagi (karena di BTA udah makan). Hari Kamis aku diminta Guru TIK untuk mengajar OSN Komputer ke adek kelas. Sungguh melelahkan. Hanya 2 hari saja aku bisa pulang cepat, yaitu Selasa dan Jumat. Selasa dan Jumat itulah tugas-tugas aku menumpuk dan aku harus sapu bersih sampai begadang. Jujur saja, selain tugas-tugas itu aku juga pusing untuk memikirkan swasta yang aku ambil, karena ortu aku masih berpikir kalau usaha aku buat masuk ke PTN masih sama saja seperti koko dan cici aku yang berakhir di swasta.

Memasuki bulan September, muncul banyak percakapan di sekitar aku mengenai pendaftaran dan kuliah dimana. Banyak universitas swasta yang sudah membuka pendaftaran pada bulan itu. Setiap kali ditanya swasta dimana, aku selalu bilang belom tau dimana, aku incernya PTN. Sedangkan banyak temen aku yang mengingatkan aku untuk masuk swasta yang saat itu sudah dibuka pendaftarannya, seperti Binus, UNTAR, dan lain-lain sebagai cadangan. Orang tua pun juga demikian. Aku dicekokin terus tentang swasta, diceramahin jurusan-jurusan yang ada di masing-masing universitas swasta, seperti UNTAR, ATMA Jaya, UNPAR, Trisakti, dan lain-lain. Lama-kelamaan aku menjadi risih dan disinilah semangat BTA aku pun dimulai. Aku bertekad untuk membuktikan bahwa aku bisa masuk ke PTN.

Berbicara soal PTN, incaranku selama ini adalah Teknik Informatika (IF) di Institut Teknologi Bandung (ITB). ITB adalah satu dari Big Three Campus dengan kualitas di bidang Teknik terbaik di Indonesia. Dari awal aku sudah bertekad agar aku bisa berkuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB), terutama jurusan Teknik Informatika di Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB. Impian STEI ITB itu adalah impian yang sebetulnya sudah kuimpikan sejak aku di SMP. Ketika aku SMP aku hobi sekali mengotak-ngatik sesuatu yang berhubungan dengan komputer dan berhasil mendapatkan sesuatu yang baru dari komputer itu. Selain itu, aku juga terpacu untuk masuk ke Institut Teknologi Bandung, sebuah Institut tergengsi se-Indonesia yang dimana Papi dan Ciciku sendiri dulu juga berjuang masuk ke ITB tetapi gagal. Sudah ada 2 generasi yang menginginkan Perguruan Tinggi yang sama, yaitu ITB. Oleh karena itu, aku harus sungguh-sungguh untuk meraih cita-citaku masuk ke ITB. Semoga untuk ketiga kalinya, inilah saat yang tepat agar terbayar lunaslah 2 generasi bahwa aku bisa berkuliah di kampus Ganesha tersebut, harapakanku saat itu.

Passing Grade SBMPTN untuk diterima di STEI ITB adalah 63% sehingga aku menentukan target nilai sebesar 70%. Kukira awalnya nilai setinggi itu adalah nilai yang bisa diraih layaknya seperti mendapatkan nilai 80 di Ulangan Harian atau Ujian Sekolah. Akan tetapi, Passing Grade seperti itu sangatlah tinggi. Try Out pertamaku saja hanya mendapatkan nilai 31%, nilai yang masih jauh sekali dari target yang ingin kuraih, minimal adalah STEI ITB itu sendiri, 63%. Ternyata bayangan akan SBMPTN jauh lebih besar dan lebih sulit dari yang kubayangkan. Aku hanya mengerjakan dengan benar 45 soal dari 90 soal TKPA dan 12 soal dari 60 soal TKD Saintek. Sangat jauh bukan? SBMPTN itu benar-benar sulit dan perlu belajar yang lebih daripada sekedar soal, melainkan mengenai konsep yang lebih mendalam.

Sejak saat itu, aku benar-benar meneguhkan niatku agar semangat dalam belajar SBMPTN dan serius dalam meraih cita-citaku itu. Tidak ada perkembangkan try out yang signifikan di semester 1 karena nilai tryout-ku selama semester 1 saja tidak ada yang diatas 50% atau setengah dari paket soal yang benar. Dengan nilai tryout yang belum memuaskan, selama liburan semester 1, aku mengorbankan waktu liburanku dengan belajar SBMPTN melalui buku-buku SBMPTN yang kumiliki. Aku membuat jadwal sendiri untuk belajar Matematika, Fisika, Kimia, TPA, dan seterusnya. Selain itu, aku sering belajar bersama dengan teman-teman seperjuanganku baik di bimbel maupun di sekolah.
Memasuki semester 2, jadwalku menjadi super sibuk karena muncul Ujian Praktek dan TO sekolah yang cukup berat bagiku. Ditambah lagi pembelajaran di bimbel dan TO SBMPTN juga. Try out pertamaku di semester 2 adalah akhir Januari. Semangatku semakin bertambah. Puji Tuhan, try out di semester 2 akhirnya ada perkembangan. Aku mendapatkan nilai TO sebesar 55%. Tinggal 15% lagi aku bisa mencapai target paling amanku, yaitu 70%. Aku merasakan manfaat dari belajar SBMPTN selama liburan semester 1 selama 2 minggu itu.
Memasuki bulan Februari, hari-hariku bertambah sibuk. Ditambah lagi, Ujian Praktek yang membutuhkan persiapan yang lebih. Hampir tidak sempat aku mereview pembelajaran SBMPTN selain di bimbel karena sampai rumah aku langsung mempersiapkan diriku untuk Ujian Praktek. Disaat teman-teman lainku memilih untuk bolos, aku justru mengikuti bimbel itu sendiri sampai-sampai kelas bimbelku pernah hanya hadir 4 orang untuk belajar SBMPTN. Di bulan ini juga, pengurusan jalur SNMPTN dimulai. Seperti yang sudah disebutkan, SNMPTN adalah Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri tanpa tes dan hanya melihat nilai rapor dan aspek-aspek khusus dari setiap universitas. Bisa dibilang jalur ini adalah Golden Ticket masuk ke PTN karena hanya orang-orang terpilih saja yang bisa masuk dan lolos SNMPTN ini.
Pada tanggal 9 Februari, semua siswa kelas XII diberikan username dan password dari Wakil Kepala Sekolah untuk mendaftar SNMPTN. Puji Tuhan, aku mendapatkan kuota SNMPTN pada tanggal 21 Februari 2018. Lalu aku mengikuti langkah demi langkah dalam pengisian pendaftaran SNMPTN. Saat pemilihan Program Studi dan PTN, aku menekadkan diri untuk mengambil  pilihan yaitu Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sebagai tambahan, ITB berbeda dengan PTN lain dalam hal memilih prodi, yaitu prodi yang dipilih adalah fakultas terlebih dahulu. Melihat kuota sebanyak 252 kursi dari 2195 peminat tahun lalu dan kuota SNMPTN adalah 60% mahasiswa ITB membuatku merasa tenang karena setidaknya aku memiliki peluang 12% untuk masuk ke STEI ITB ini.
Setelah melakukan finalisasi, aku pun melepaskan segala kekhawatiranku dan mencoba untuk menyerahkan semuanya ke tangan Tuhan yang senantiasa menyertaiku. Pengumuman SNMPTN dilaksanakan pada Selasa, 17 April 2018 pukul 17.00 WIB. Bagiku, SNMPTN hanyalah undian sehingga aku tidak berharap banyak pada jalur tersebut. Aku pun tetap fokus dalam jalur SBMPTN. Semangatku untuk mengincar ITB membuatku seringkali mengorbankan waktu belajar untuk Tryout, UTS, UAS, dan Ujian Sekolah untuk belajar SBMPTN saja. Aku termotivasi oleh pengalaman kakak pengajar yang menyarankan belajar SBMPTN saja karena yang diperoleh dari SBMPTN adalah konsep-konsep yang mendasar sehingga secara otomatis tes-tes di sekolah pun relatif lebih mudah dibandingkan SBMPTN yang super sulit.

Mindset untuk fokus SBMPTN benar-benar aku jalani penuh, khususnya untuk mata pelajaran IPA dan Matematika sehingga aku tidak perlu Lelah-lelah lagi untuk belajar UN seperti Fisika karena sudah terpelajari dalam SBMPTN. Bagiku, kesehatan jauh lebih penting daripada diforsir buat belajar terus-menerus sampai begadang. Di saat teman-temanku begadang sampai jam 1 pagi, aku tidur pukul 10 malam paling terlambat karena aku sampai di rumah pukul 9 malam. Melihat semester 1 aku yang sering begadang, di semester 2 aku jarang begadang, hanya sesekali saja karena aku sudah bisa memanajemeni waktu untuk semuanya itu. Dan ternyata, manfaatnya benar-benar kurasakan. Dalam Try Out Sekolah pertama, aku benar-benar tidak menyangka bahwa aku bisa meraih peringkat 1 sekolah. 5 mata pelajaran UN kecuali Bahasa Inggris aku berhasil menjadi yang tertinggi meskipun dalam 2 hari tryout itu aku pulang malam pukul 8 dan hanya bermodalkan belajar SBMPTN yang kupelajari, terutama Matematika, Fisika, dan Kimia, sedangkan untuk Biologi aku hanya mengandalkan logika dan apa yang menurutku benar. Puji Tuhan, semuanya karena mukjizat Tuhan. Begitupula saat Ujian Sekolah, aku juga mementingkan SBMPTN sampai memilih mengikuti bimbel yang hanya ber-3 saja ketimbang Ujian Sekolah sesuai dengan mindsetku yang menganggap bahwa apa yang menjadi materi Ujian Sekolah adalah sebagian dari materi SBMPTN yang kupelajari. Hasil lainnya adalah saat Ujian Nasional aku telah siap dan Puji Tuhan aku lancar dalam mengerjakan karena banyak latihan dari SBMPTN tersebut.
Selesai UN, selesai sudahlah perjalananku di sekolah, tinggal menunggu pengumuman kelulusan sekitar sebulan kemudian. Sebulan kemudian juga sekaligus ujian SBMPTN sehingga jadwal sebulan kedepan adalah program intensif dari BTA. Dua minggu sebelum pengumuman, aku berdoa selama 9 hari berturut-turut agar aku boleh diterima di STEI ITB. Semakin hari aku semakin yakin bahwa aku pasti lolos STEI ITB. Pengumuman itu dikeluarkan ketika aku sedang mengikuti kelas di BTA, jadi aku harus menahan hasratku untuk membuka pengumuman tersebut. Keyakinanku juga semakin bertambah ketika aku melihat temanku, Enrico, yang lulus SNMPTN 2018 masuk ke STEI ITB. Aku turut berbahagia atas kelulusannya dalam SNMPTN itu dan kebahagiaan itu bercampur rasa tangis bahagia selama perjalanan pulang menggunakan motor, membayangkan bagaimana kedua orang tuaku menangis tersedu dan bahagia ketika aku mengatakan bahwa aku lolos SNMPTN. Namun, realita berkata lain. Ternyata, aku dinyatakan tidak lulus dalam SNMPTN 2018.


Aku masih ingat betul bagaimana kekecewaanku setelah melihat hasil pengumuman SNMPTN 2018. Aku sampai menyendiri selama beberapa jam sampai lupa makan malam. Mamiku menghampiriku dan menenangkan diriku serta memberikan semangat untuk berjuang dalam rencana berikutnya, yaitu SBMPTN 2018. Aku sempat bergejolak karena aku sudah berjanji kepada Papiku agar dalam SBMPTN, pilihanku adalah Ilmu Komputer di UI atau IPB. Di malam hari itu, aku mencurahkan kesedihanku dan curhatku kepada sahabatku, Analisia. Dia memberikan semangat kembali kepadaku saat aku benar-benar down, padahal dia juga tidak lulus dalam SNMPTN. Aku dan Ana sama-sama pejuang dalam SBMPTN dan kami sama-sama mengikuti bimbel di BTA 8 Jakarta. Dia memberikan support yang begitu besar kepadaku dan lebih dari 1 jam dia mendengarkan semuanya curhat dari diriku.
Esok harinya, aku pergi ke BTA dengan harapan kosong. Tiba-tiba saja, muncullah dorongan yang memaksaku untuk kembali memilih STEI ITB dalam SBMPTN. Sungguh nekad! “Passing Grade STEI ITB itu paling tinggi dan aku mencoba untuk mengambil kesempatan lagi untuk sesuatu yang hal yang benar-benar tidak pasti.”. Itulah yang ada dalam pikiranku. Selain itu, aku juga mengetahui kalau kuota SBMPTN di ITB hanya 40% mahasiswa ITB dengan peminat yang 2x lebih banyak dari SNMPTN, karena aku bersaing dengan angkatan 3 tahun terakhir, baik mereka yang gap year atau ingin mencoba-coba saja. Aku pun berkonsultasi ke BTA-ku dan BTA-ku itu menyarankan agar aku memilih STEI ITB. Dengan penuh kenekadan dan keberanian, akhirnya aku menambahkan 1 prodi lagi untuk STEI ITB di pilihan pertama. Papiku yang awalnya sangat kontra denganku, akhirnya pun memberikan kebebasan untukku dalam menentukan pilihan SBMPTN. Melihat teman-temanku masih ada yang berjuang di SBMPTN, semangatku pun kembali mencuat. Aku benar-benar mengikuti bimbel di BTA dengan sungguh-sungguh. Puji Tuhan, Try Out selanjutnya setelah pengumuman SNMPTN aku memperoleh nilai sebesar 61,5%. Disinilah aku dikuatkan kembali karena ada akhirnya try out yang mendekati Passing Grade dari STEI ITB sebesar 63%. Aku mengikuti bimbel dengan sungguh-sungguh dan mereview di rumah sampai pada hari pertempuran yang sebenarnya, yaitu Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri 2018 (SBMPTN 2018) yang dilaksanakan Selasa, 8 Mei 2018, tepat 3 minggu setelah pengumuman SNMPTN.
Selasa, 8 Juli 2018. Hari terpenting dalam hidupku. Hari yang akan menentukan masa depanku. Sebelum aku mengikuti SBMPTN 2018, aku dan kedua orang tuaku bersama-sama meminta pertolongan Tuhan dan mendoakan aku dalam mengikuti tes SBMPTN pada hari itu. Sepanjang perjalanan aku berusaha menenangkan diri dengan iringan lagu-lagu rohani yang kuputar sendiri dalam pikiranku. SBMPTN dimulai pada pukul 7 pagi. Ketika aku memperoleh naskah TKD Saintek, entah mengapa hatiku begitu tenang, dan saat aku membuka soal-soal itu, hatiku juga tetap tenang dan menyatakan aku siap mengerjakan SBMPTN dalam tangan Tuhan. Sepanjang pelaksanaan SBMPTN itu, aku terus memuji-muji Tuhan melalui iringan lagu rohani yang terngiang-ngiang baru-baru itu, yaitu Here I am To Worship. Keluar dari kelas, perasaan yang berbeda muncul dari diriku. Aku merasa benar-benar bebas dan bersyukur karena aku boleh mengerjakan TKD Saintek dengan lancar. Begitupula dengan TKPA. Puji Tuhan, aku berhasil melewati seluruh rangkaian SBMPTN dengan baik dan lancar. Segala hasil dari SBMPTN hari ini aku serahkan sepenuhnya kepada Tuhan.
Kekhawatiran Papiku dan aku pun masih ada. Aku masih belum memiliki cadangan PTS saat itu. Status aku saat itu masih pengangguran dan belum punya universitas. Sebagai cadangan, aku mengambil cadangan-cadangan sebagai berikut :
1.     Ilmu Komputer – Universitas Indonesia (UI) – SIMAK UI
2.     Ilmu Komputer – Universitas Gadjah Mada (UGM) – UTUL UGM
3.     Teknik Informatika – Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) – SMITS
Begitu nekad bukan? Aku memilih cadangan yang sebenarnya tidak cocok jika disebut cadangan. Ketiga pilihan itu adalah jalur mandiri dari PTN yang memang kumau dan aku setujui, begitupula dengan kedua orang tuaku. Pengumuman SBMPTN 2018 dilaksanakan pada Selasa, 3 Juli 2018 pukul 17.00 WIB. Aku pun juga harus menunggu 58 hari atau 8 minggu untuk melihat pengumuman itu. Selama berminggu-minggu aku belum merasakan liburan yang sesungguhnya karena seringkali aku terpikirkan bilamana aku tidak lolos di SBMPTN dan terus menanti pengumuman itu. Sekitar dua minggu sebelum pengumuman itu, aku terjatuh sakit tipes sehingga aku harus dirawat di rumah sakit selama 1 minggu dan perawatan total di rumah selama 1 minggu. Aku pun stress karena aku harus mempersiapkan UTUL yang dilaksanakan 5 hari setelah pengumuman SBMPTN bila aku gagal di SBMPTN.
Di saat aku benar-benar down hanya berbaring di rumah sakit, Mamiku sering membisikkanku setiap malam, kalau setelah aku sembuh, aku akan berbahagia dan penuh sukacita. Itu sangat menghiburku dan aku pun juga mengimani apa yang Mamiku sering katakan. Jujur saja, dalam 8 minggu itu aku lebih banyak lupa dan malas untuk berdoa lagi, tidak seperti ketika SNMPTN. Namun Tuhan itu sungguh baik. Di setiap minggunya itu juga aku juga sering diingatkan agar jangan berputus asa dan terus percaya, bisa melalui nasihat kedua orang tuaku maupun support-support dari sahabat-sahabatku.
Memasuki hari pengumuman SBMPTN, aku bangun tidur dengan penuh gairah. Aku terus berdoa agar aku dikuatkan lebih lagi untuk melihat pengumuman itu. Banyak kejutan-kejutan tak terduga yang terjadi hari ini. Semua dimulai dari pengumuman SBMPTN yang tiba-tiba dimajukan dari pukul 17.00 WIB menjadi pukul 15.00 WIB. Sebelum Papiku pergi pukul 15.00 itu, aku langsung berteriak kalau pengumuman SBMPTN dimajukan. Mengingat pengalaman SNMPTN yang begitu mengecewakan, rasa takutku sangat tinggi saat itu sehingga aku tidak berani untuk membuka sendiri lagi seperti SNMPTN dan memilih Papiku yang membukakan pengumuman tersebut. Aku menutup mata dan Papiku yang mengklik Hasil Pengumuman. Setelah diklik, aku membuka mataku perlahan-lahan dan ternyata, ASTAGA, APAKAH INI MIMPI? AKU LOLOS SBMPTN 2018 KE STEI ITB! Sungguh, bahagianya bukan main. Aku langsung berlari-lari ke dapur lalu kembali lagi dan langsung memanggil Mamiku yang diwarung. Aku  pun memeluk dengan erat kedua orang tuaku yang juga begitu bahagia melihat anaknya yang berhasil masuk ke STEI ITB. Aku tidak tahan lagi untuk menahan kebahagiaan sehingga meluaplah seluruh tangisanku sampai 10 menit lebih. Selama kelas XII itu aku sering membayangkan bagaimana bahagianya kedua orang tuaku melihat anaknya berhasil. Aku benar-benar bersyukur atas apa yang boleh kuterima, semua berkat Karunia Tuhan karena aku benar-benar diizinkan untuk masuk ke STEI ITB ini.

Terima kasih, Papiku yang telah memberikan kebebasan kepadaku dan sekarang aku telah membuktikannya. Terima kasih sebesar-besarnya untuk para sahabatku yang telah mensupport aku dari awal sampai akhir, Sofie, WK, Andi, Priscilla, Thalia, dan banyak lagi orang-orang yang tidak bisa aku sebutkan satu per satu. Terima kasih untuk sahabat terbaikku, Analisia Marvella. Dialah support hidupku yang paling besar dalam relasi persahabatan. Puji Tuhan, yang paling tidak disangka-sangka juga adalah, Ana dan Clarine sama-sama masuk ke ITB dalam fakultas yang sama, SAPPK!!! Sama-sama BTA, sama-sama ITB! Terima kasih sebesar-besarnya untuk Tuhan.
Jadi, disinilah aku, Kampus Tercinta, Kampus Ganesha, Institut Teknologi Bandung. Program Studi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Angkatan 2018. Sungguh bahagia dan bersyukurnya aku bisa masuk ke Perguruan Tinggi yang kuinginkan dari dulu. Puji syukur yang sebesar-besarnya kepada Tuhan karena akhirnya aku bisa mengenakan jaket almamater ITB ini. STEI 2018! Begitulah kisah perjuanganku untuk meraih impian ke STEI ITB. Banyak sekali suka duka yang kurasakan sampai pada akhirnya aku benar-benar resmi menjadi mahasiswa baru Institut Teknologi Bandung. Untuk para pejuang PTN, tekadkanlah semangat dan niat kalian yang sebesar-besarnya. Beberapa tips yang bisa aku sampaikan kepada kalian para pejuang PTN selanjutnya adalah :
1.   Persiapkanlah SBMPTN sejak awal memasuki kelas XII, karena percayalah untuk semester 2 itu super sibuk dan hampir tidak ada waktu untuk belajar SBMPTN. Gunakanlah setiap waktu luang yang ada untuk belajar SBMPTN.
2.     Jangan terlalu mengandalkan jalur SNMPTN. Persiapan SBMPTN bukan hanya sekedar belajar untuk tes seleksi masuk saja, melainkan ilmu-ilmu belajar SBMPTN itu bisa tertanam dalam diri kalian (karena dalam SBMPTN lebih menekankan pada konsep dasar).
3.     Tetap semangat dan pantang menyerah! Jatuh bangun itu adalah hal yang biasa. Aku juga merasakan naik turunnya semangat belajar, namun jangan sampai akhirnya berhenti dan putus asa. Segala sesuatu membutuhkan proses atau usaha. Usaha itulah yang akan membuahkan hasil yang sebanding dengan usaha tersebut. Usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil.
4.     Cobalah belajar dalam kelompok. Tidak ada salahnya jika belajar SBMPTN bersama-sama, namun harus serius dan gunakanlah sebaik mungkin waktu bersama untuk diskusi setiap soal, karena diskusi soal bersama-sama cenderung membuat satu kelompok tersebut menjadi mengerti dan jelas. Cobalah minimal satu atau dua minggu sekali untuk belajar kelompok.
5.     Yang paling penting dari semuanya itu adalah tetaplah berdoa dan percaya kepada Tuhan. Tuhan tidak akan pernah mengecewakan kita, sebab Tuhan sudah memiliki rencana terbaik untuk kita selama kita terus bertekun dan berhimpun kepada-Nya.

Demikian pengalaman perjuangan masuk ke STEI ITB yang bisa aku bagikan. Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca. Goodluck dan tetap semangat menuju kampus impian!
Plaza Widya, STEI 2018


Analisia (SAPPK), Hans (STEI), Clarine (SAPPK)