Thursday, June 15, 2017

Penyesalan Seorang Remaja (part 3 / last)


Penyesalan part 3 atau penyesalan last.. wah banyak banget yg gue sesalinn ya.. ckckckck.. udah gitu postnya telat bgt lagi, dari part 2 yg adalah Januari 2017 ngeskip ke Juni 2017.... selama 6 bulan itu gue sibukk, banyak kerjaan (gaya bgt), yaa, kehidupan anak kls XI, disisi lain di smt 2 itu gue lagi sibuk-sibuknya tuh, bergumul dengan OSN-an lagi, yaudahhlah.. lengkap sudah wkwkwk.. dah ah lama banget basa-basinya.. mungkin yg gue tulis ini akan menjadi penyelesalan terakhir yang sekaligus membuka jalan atau solusi untuk selanjutnya.. bila ada penyesalan lain di masa depan, itu mungkin sudah akan terangkum di trilogy ini (what trilogy) wkwkw.. ntahlah, gue blm merasakan kehidupan dewasa nanti.

Baiklah, di penyesalan terakhir ini yang sekaligus menutupi kedua part sebelumny, ada 1 hal yang bener-bener gue sesalin, yaitu akar dari kedua penyesalan sebelumnya, yaitu adalah terlalu banyak mengeluh, terlalu ingin menjadi apa yang orang lain inginkan, terlalu banyak "hide" dari reality. Yap, ternyata setelah gue telusuri, gue sering ngeluh, yang berujung pada, gue seringkali dengki dan cemburu dengan orang lain yang nasib sosialisasinya jauh lebih baik dari gue. Sempat ya, perasaan ingin "suicide" muncul sekitar beberapa hari setelah tes OSP, dimana gue merasa gue bener-bener upset akan diri gue. Ekspetasi ketika hari pertama masuk sekolah setelah serangkaian OSN adalah begitu bagus, misalny adalah rasa kangen bertemu teman-teman dan sahabat-sahabat yang bisa terlampiaskan. Namun kenyataannya apa? Justru menjadi hari yang begitu mengecewakan, bukan salah mereka, tetapi SALAH GUE SENDIRI. Ntah knp mungkin gue kesambet setan, timbul lah rasa dengki dan cemburu kembali dengan mereka yang benar-benar supel, mereka yang benar-benar dibutuhkan, dan mereka yang benar-benar bisa akrab dengan orang-orang disekitarnya.

Apalagi, ada 1 hal yang bener-bener membuat gue dengki banget, yaitu soal keakraban. Momen yang harus membuat gue tabah banget adalah.. ketika gue bersama kedua temen gue sedang berjalan bersama-sama, seperti jalan ke kantin, jalan pulang, dan lain-lain. Timbullah rasa cemburu yang begitu besar sama 2 tmn gw yg nyatanya ngobroll trus, tapi gue gabisa nyambung sama percakapan mereka, apa yg ada dipikiran gue? Gue cemburu karena pikiran gw bener-bener dangkal bgt, maksudnya ya, gue gabisa nyambung gtu sama obrolan-obrolan mereka. Akibatnya, mereka asik berbincang, gue memilih berjalan di depan mereka atau di belakang mereka. Padahal idealny adalah gue jalan di samping mereka, seolah-olah jalan ber3 gtu. Sempat gue curhat ke sahabat gue, ternyata 1 kunci buat semuanya itu adalah "cuek".

Jadiii, gue blm lama ini baru sadar kalau, cuek juga sebenernya dibutuhkan, gak selamanya gue harus peduli gtu. Cuek konotasiny negatif sih, tpi cuek yg dimaksud adalah "gausah mikirin hal-hal yang gapenting kyk dengki sama org". Telat bgt gue sadarnya astaga. Yg memotivasi gue itu adalah sahabat gw yg bisa menerapkan cuek seperti itu dan mereka yang nasibnya lebih parah dari gue gtu. Sekian kalau penyesalan mengenai cemburu ttg sosialisasi. Selain cuek, yang gue harus lakukan adalah mau menerima mereka semua dengan apa adanya, dan menerima diri gw sendiri meskipun memang sulit untuk "tersambung" dengan percakapan mereka tapi, setidaknya tetap bergabung dalam perbincangan tersebut, meskipun hanya sekedar menjadi pendengar, tapi yang penting bisa menutupi perasaan-perasaan negatif tersebut.

Hal yang kedua yg gue sesalin adalah negative thinking. Gue adalah pemikir negatif. Karena negative thinking ada koneksi dengan yang namanya cemburu juga, jadi kebanyakan hal negatif yang gue pikirkan adalah gue merasa gak diterima dimanapun alias gak dibutuhkan siapapun. Termasuk dengan sahabat-sahabat dan geng gue sendiri.  Seringkali gue menghabiskan waktu menyendiri untuk bergumul dengan pikiran gue sendiri. Gue berperang dengan pikiran jahat yang ada di arena pikiran gue itu sendiri. Karena sulit terselesaikan, lama" yang ada gw kebanyakan menyendiri karena terlalu fokus dengan "perang" itu. Padahal, seharusnya gue cuek dengan hal semacam itu, bertindak apa adanya.

I know, it's a mistake. Ga seharusnya gue terlalu lama bergumul dengan pikiran gue sendiri, akibatnya? Gue menjadi orang yang sering berdiem diri lama-lama, alhasil, gue kurang bersosialisasi juga, segala skill buat socializing gue semuanya menurun. Ditambah lagi, gue mulai timbul perasaan "suicide" seperti yang udh gue mention sebelumnya. Pemikiran "suicide" karena merasa ga dibutuhkan dan terlalu overthink sehingga lelah dan mau berhenti hidup rasanya. Lebih parahnya lagi adalah, gue merasa bahwa diri gue ini gaada unik-uniknya sama sekali. Gue gapunya skill dibidang apapun rasanya

Gue begitu bodoh memikirkan semuanya itu. Pada awalnya, gue memendam semua hal ini, sampai akhirnya ketika beberapa hari sebelum UAS, gue melampiaskan semua keluh kesah ini ke sahabat-sahabat wu. Gue ga sangka, mereka lah yang bisa membuka mata hati gue kembali. Mereka mengingatkan gue betapa harusnya gue bersyukur atas hidup yang gue miliki ini, mulai dari keunikan gue sampai skill  yang gue ga sadari. Ada satu pernyataan yang sekaligus menjadi prinsip hidup dari salah satu sahabat gue.

"Hargailah hidup, karena banyak orang yang menyayangi kita. Kita harus bisa hidup untuk menyayangi balik orang yang sayang sama kita."

Mungkin terkesan, lebih kearah saling menyanyangi, namun gue menemukan makna yang begitu banyak dibalik prinsip hidup tersebut. Mulai gue merasa hidup gue lebih bermakna, secara tidak langsung, perasaan cemburu pun mulai berkurang dan lebih mementingkan "menyayangi balik orang" itu tersebut. Gue merasa hidup gue mulai lebih bermakna sejak saat itu. Perasaan cemburu pun mulai bisa terkontrol kita terpicu, karena "dijinakkan" oleh prinsip hidup tersebut yang selalu nyantel di  dalam pikiran gue. Terimakasihhh banyakk :D. Ketika ada sesuatu yang memancing, langsung gue jinakkan dengan prinsip hidup tersebut, hilang seketika wkwwk. Intinya, gue nyesel buat semua kecemburuan yang menjadi akar dari kedua penyesalan sebelumnya, dan gue sadar seharusnya gue memikirkan hal yang jauh lebih bermakna, yaitu mengenai "menyayangi" itu. Karena konotasinya terlalu gimana gtu (lol), gue ubah menjadi "mengasihi". Mengasihi merupakan kunci untuk menutupi semua kemungkinan jahat seperti cemburu yang seringkali muncul di sekitar kita. Yang paling pasti ialah, semuanya kembali dilandasi dengan rasa syukur yang besar atas hidup yang kita miliki.


Sekiann dari tulisan ini, selesai sudah penyesalan trilogy ini, semuanya sudah diakhiri dengan prinsip hidup sebagai penawar sekaligus penutup semua penyesalan ini. Penyesalan pun menjadi pelajaran hidup untuk gue kedepannya. Buat readers yang membaca ini, posisikan kalau "gue" itu adalah kalian sendiri. Terimakasihh telah menyediakan waktu untuk  membaca postingan ini.. Semoga bisa menjadi inspirasi bagi yang lain dan semoga Tuhan memberkatii kita semua. God bless you..

Tuesday, January 24, 2017

Penyesalan Seorang Remaja (part 2)

Penyesalan part 2...awalnya mau gue post 1 minggu setelah part 1 dipost, namun nyatanya justru 1 bulan kemudian? Kenapa? Yaa begitulah.. kehidupan anak sekolah *eh anak sekolah* padahal kan desember itu liburan kan? Yaps, memang benar sedang liburan, namun sepertinya Tuhan berkehendak lain.. Ada sesuatu yang mungkin jauh lebih disesali dibanding pemikiran gue sebelumnya.. Yakss.. kali ini gue akan bercerita tentang kejadian real yang bener" nyantel bgt di otak gue saat ini.. Baru saja terjadi.. Hehehe.. Baiklah.. gue akan bercerita.. Mungkin agak sedikit curhat(?) tpi gapapalah yak biasanya gue jg curhat ehehe *pdhl bru post 2-5 kali*.. Yak langsung saja..

Mungkin gue akan menyesali semuanya ini untuk seumur hidup gue.. ntah harus disesali atau tidak.. menurut pandangan masing" aja deh yg akan membaca penyesalan ini ehehe.. Gue sendiri bingung hrs bilang ini apa..

Semua berawal dari diri sendiri, diri sendiri. Seiring bertambahnya umur, pemikiran gue semakin luas, dan tentunya perasaan dan emosional gue semakin tergoncang-goncang. Di part 1 itu menceritakan bagaimana gue menjalani keadaan gue di SMP. Sekarang, umur gue berjalan menuju 17, sekitar *..* bulan lagi. Aduh intermezo terlalu panjang yah,, gpp kan guys?

Di SMA, gue mulai mencoba untuk mengubah perilaku gue menjadi lebih baik, terutama sifat. Namun pepatah mengatakan kalau sifat itu sulit diubah bukan? Bahkan ada juga yang mengatakan bahwa sifat itu sudah dasar dari kepribadian dan jiwa orang yang menjadi satu *ngomong apaan sih gw*.. Perilaku apa? Klo di part 1 gue bilang gue orang yang cuekan, ya berarti di SMA gue orangnya apa? PEDULIAN GUYS wkwkwk.. ah tapi pedulian gue mungkin tidak seperti yang kalian pikirkan.

Di awal kls X, gue mulai mencoba untuk membuka diri dengan orang lain. Nyatanya, untuk menjadi terbuka itu susah banget. Karena gue yakin keterbukaan otomatis membuat gue menjadi orang yang care sama orang-orang di sekitar gue. Namun, namanya juga proses belajar, gue tidak secepat mereka yang bisa dibilang "ekstrovert" dengan siapapun itu. Gue masih agak jaim, takut, dan pemalu. Gue tuh orangnya lugu guys. Mungkin banyak orang gatau sifat asli gue seperti apa. hanya beberapa saja. Setiap kali gue mencoba berbicara atau ngobrol, selalu saja gagal, selalu malu, mungkin udh 1000x lebih kali gue gagal untuk menjalankan plan gue untuk ngobrol dengan siapapun itu.

Setelah terbuka dengan orang lain, akhirnya gue mulai bisa berinteraksi satu sama lain guys. Gue bisa ngobrol dengan siapapun yang gue mau ketika gue mau. Kebetulan pas gw kls X, gue berada di kls dewa. Waw. Kelas dewa. Kelas dewa taulah apa itu. Kelas yang tidak tertandingi. Kelas paling pintar kalau soal pelajaran. Di kelas inilah gue diletakkan *emgny gue barang* hehehe.. Selama setahun itu, gue merasa bahwa gue bener" berubah banget. Gue jadi orang yang supel dan bisa terbilang "famous". Gue bener" mensyukuri saat" itu. Gue bener" nyaman dengan kelas itu, meskipun kelas dewa sebenernya kaku. Kenapa gue nyaman? Karena gue merasa mereka semua "kembar" sama gue.. Lah kembar.. kembarlah, orang kepribadiannya mirip" satu dengan yang lain.. Jadi gue dan kawan" gue disitu punya cara tersendiri dalam berinteraksi, bisa dibilang intelektual lah.. #anjas.

Loh? Trus masalahnya apa? Dimana letak pedulinya? Pedulinya itu sebenernya terselubung dibalik ke "supel" an gue itu. Kalian harus tau itu. Jadi gue pikir, kalau gue supel, berarti gue peduli sama setiap orang yang gue temui. Kalian tau kan? orang introvert itu mudah tersinggung? Nah kalo gue malah beda. Bukannya tersinggung, malah menyinggung, lain kata muncullah perasaan guilty banget. What do you know about guilty? Itu perasaan bersalah. *yes 100* wkwkwk.. maap gue rada mabok.

Di kls X, efek tersebut belum serasa sejak gue di kls XI. Di kelas XI inilah puncak dari penyesalan peduli itu. Sifat asli gue masih bener" kental di dalam darah gue. Di kelas XI, semua anak dari kelas dewa gue itu, terpecah" semua.. Yahh mau gimana lagi.. Akhirnya di kls XI ini, justru mengingatkan gue akan masa SMP gue.. Emg sih, seharusnya kelas itu emg seperti itu, namun ternyata gue malah memburuk seiring bertambahnya umur. Gue menjadi pribadi yang serba setengah. Setengah peduli setengah cuek. Di kls XI bukannya enjoy malah desperate rasanya. Perasaan gue sangatlah labil. Gue gatau harus ngapain lagi, tpi inilah hidup gue.

Banyak orang yang kesel dan mungkin saja benci sm gue, gue sndiri gatau knp mereka membenci gue, apa gue terlalu baik atau gimana. Kok bisa? Jelas bisa, semenjak pisah kelas dengan temen" lama, dan bertemu teman" baru. Nah gue tuh nyesel pas ketemu temen" baru itu. Gue tidak memanfaatkannya sebaik mungkin. Yg ada gue kyk kls IX lagi. diemm aja. diemm aja. hemat ngomong yes. Bahkan gue merasakan efek samping dari serba setengah itu. Apa? Gue serasa bukan siapa" lagi. Gue jdi bimbangan, yang mana orang" yang harus gue pilih, gue ajak main, gue ajak ngobrol. Karena apa? Gue hanya peduli di "awal". Awal percakapan mksudnya. Peduli disini kan berarti supel kan? Nah itulah peduli yg gue maksud..

Gue merasakan dampak buruknya.. Pikiran gue sekarang serba kosong, krn rasa bimbang itu sendiri. Gue selalu menjadi orang paling diam ketika dalam berdiskusi atau apaapun itu. Gue hanya ngomong to the point saja. Di lain hal, gue pun mudah merasa bersalah terhadap apapun itu. Gue bilang di awal, masalahnya bukan gue merasa tersinggung, tpi justru gue yang menyinggung, timbullah rasa bersalah. Singgungannya bisa dalam bentuk apa aja yak. tpi yang gue tekankan disini adalah perasaan bersalah itu sendiri. Gue pun akhirnya jatuh dalam depresi gue. Inside I was screaming! Guru gue pun ternyata ada yg bisa nebak kalo gue tuh orangnya diluar diem, tpi didalem berteriak. Gue depresi. Depresi, dan Depresi. Pikiran gue ga fokus, nilai anjlok, buyar sudah!

Sekarang akhirnya gue bingung, kalau gue memilih menjadi care, perasaan bersalah makin banyak bermunculan, karena pada akhirnya, saat ini terutama, gue merasa bahwa segala sesuatu yang gue lakukan adalah serba salah, tak ada yang benar. Nah kalo gue jadi cuek, gue selalu tergoda agar ingin berbicara dengan orang lain. Toh, ini masa SMA. Masa eksplorasi, yg cuek bakal dicuekin abis-abisan, yg supel bakal disupel abis-abisan. Gue merasakan bgt kesenjangan itu di kelas gue ini, di kls XI. Gue ada di tengah" itu, bimbanglah sudah, tidak dekat dengan siapapun. Sedihh.. Tpi yg terjadi sudahlah terjadi.. Gue hanya bisa menjalani hidup ini dengan sebaik"nya.. Lonely..Lonely..and Lonely.. Pikiran gue bener" tergoncang! Desperate!!!

Everything's gone wrong! I hate all! Btw, soal supel dan famous, Neither. Ughh.. how lonely is my life.. just like old times, but worse than old times.