Alkisah, hiduplah seorang laki-laki bernama Michael Hans. Beliau sudah mencicipi cukup banyak pengalaman hidup selama 22 tahun hidup di dunia ini (dan akan bertambah banyak seiring bertambahnya umur). Ada banyak fase di dalam hidupnya yang membuat ia senantiasa berpikir bahwa hidup ini penuh ketidakpastian dan sangat dinamis dari yang dibayangkannya. Siapa yang menyangka bahwa Hans yang ketika SD adalah seseorang yang pemalu dan pendiam, pernah menjabat sebagai ketua divisi di beberapa acara / kepanitiaan / organisasi tertentu? Hal tersebut tidak pernah terlintas di dalam pikirannya bahwa ia sanggup untuk memimpin sesekali di dalam hidupnya, tidak hanya sekedar menjadi pengikut atau follower terhadap orang lain. Sungguh, ada banyak kejadian besar terjadi di dalam hidup Hans selama 22 tahun ini. Mari kita lihat kehidupan Hans per jenjang yang pernah dialaminya.
Dimulai dari awal, Hans adalah anak terakhir dari 3 bersaudara yang dilahirkan di sebuah kota. Bisa dikatakan hidupnya cukup berkecukupan dan semua kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Sebagai anak bungsu, semua keinginan Hans akan senantiasa terpenuhi oleh kedua orang tuanya maupun kedua kakaknya. Tapi, siapa yang menyangka bahwa kehidupan yang dialami ketika kecil rupanya berdampak kepada kehidupan 10-20 tahun ke depan?
Ketika SD, Hans adalah seseorang yang pemalu dan tidak pernah mengambil inisiatif tertentu. Dalam hal pertemanan pun, rasanya tidak pernah Hans memulai pertemanan lebih awal. Selalu orang lain yang menghampirinya dan berteman dengannya. Perkara belajar? Hans memilih untuk selalu belajar sendiri, tidak memerlukan bantuan orang lain, dan senantiasa melakukan apapun hanya untuk dirinya sendiri. Biasanya teman-temannya yang suka menghampiri dan bertanya kepadanya. Ia merasa masih bisa melakukan semuanya sendiri. Belum waktunya memang untuk berpikir tentang kehidupan dan sudut pandang orang lain. Isi pikiran anak SD tentu masih sangat sederhana bukan?
Lanjut ke jenjang SMP, Hans mulai mengalami fase yang bernama kesepian di dalam hidupnya. Rupanya sifat Hans yang pemalu dan tidak pernah mengambil inisiatif di masa SD berdampak di kehidupan SMP nya, ketika ia selalu menjadi orang terakhir untuk dipilih ketika ada momen tugas kelompok. Ia tumbuh menjadi pribadi yang senantiasa mengalir saja seperti air mengalir tanpa adanya suatu pegangan atau prinsip hidup yang bisa dipegangnya sehari-hari. Kelas 7 SMP adalah masa yang cukup suram baginya. Mengalami perundungan oleh teman-teman sebaya hanya karena wajahnya seperti orang sakau dan kurus ceking adalah pengalaman yang melukai batinnya saat itu. Syukurlah kondisi kelas 8 SMP ternyata berkebalikan drastis dengan kelas 7 ketika ia sudah mulai memahami apa arti pertemanan dan bertemu orang-orang yang mulai suka mengajak bermain satu sama lain. Namun ketika kelas 9, semua kembali seperti kelas 7, dimana Hans terlalu banyak dipengaruhi orang-orang dalam mengambil keputusan tertentu. Bahkan Hans pun pernah menjalin hubungan yang kandas hanya dalam 1 bulan saja. Alasannya sederhana: Hans ini orangnya cuek dan sama sekali tidak peduli dengan keadaan pasangannya sendiri. Dari situlah kita bisa melihat bahwa Hans tumbuh menjadi pribadi yang cuek dan kesepian di masa remaja awalnya.
Dari situlah ia bertekad untuk berubah ketika lanjut ke jenjang SMA. Ketika SMA itu ia bertemu dengan teman-teman SD nya, namun untuk menumbuhkan image yang baru, ia memperkenalkan diri dengan panggilan Hans, sedangkan teman-teman SD nya mengenal dia sebagai Michael atau kerap dipanggil Mike. Di masa SMA pun Hans mengalami struggle yang ternyata lebih besar dari masa SMP. Ketika SMP masih terlalu cuek, di masa SMA ini Hans justru menjadi pribadi yang terlalu memikirkan orang lain. Tujuan awalnya sederhana, he wants to make friends in his teenage life. He doesn't want to do the same mistake as he do in junior high school.
Semua berjalan dengan sangat baik, namun ternyata ada beberapa efek samping yang terjadi. Ia pun mulai menumbuhkan perasaan iri hati dan kekecewaan di dalam hidupnya. Hans paling tidak suka dengan kondisi dimana tiga orang berkumpul tetapi ia diabaikan. Mungkin sifat manja dan selalu ingin dihampiri masih terbawa sampai SMA sehingga Hans dengan sangat mudah berpikir bahwa ia dikucilkan dan eksistensinya tidak berguna bagi orang-orang di sekitarnya. Hal tersebut menjadi perkara yang sering dipikirkan sehari-hari di masa SMA nya hingga kelas 11 SMA.
Bukan cuman sekadar iri hati, ia juga sering mengalami kekecewaan di dalam hidupnya. Rasa kecewa yang sebenarnya cukup sepele. Teman yang tidak mengajak bermain, teman yang terlihat lebih akrab dengan orang lain dibandingkan dengannya, sampai perasaan dimana muncul seperti "Mengapa orang ini terlihat biasa saja dihadapanku tetapi justru ia begitu excited ketika bertemu teman yang lain?". Kekecewaan juga sering bersumber dari rasa percaya yang dipatahkan karena ekspetasi yang tidak terpenuhi. Ia berpikir bahwa sahabatnya akan melakukan sesuatu yang baik untuknya, tetapi justru yang terjadi sebaliknya. Di masa SMA inilah, Hans belajar terkait pertemanan dibalut dengan perasaan kecewa dan iri hati yang mengganggunya selama masa SMA nya.
Hingga tibalah masa kuliah, ketika ia mulai memasuki umur 18 tahun dan ia menyadari bahwa di perkuliahan itu ternyata he is on his own. Dari sekolahnya, ia adalah satu-satunya murid yang masuk ke fakultas STEI ITB. Mau tidak mau, ia pun harus berjuang sendiri, mulai membentuk pertemanan baru. Di jenjang Perguruan Tinggi, rupanya ada banyak sekali kegiatan dan kepanitiaan yang bisa diambil oleh seorang mahasiswa untuk mengisi waktu dan mengembangkan soft skill-nya di luar perkuliahan. Ia pun iseng untuk mencicipi bagaimana rasanya berkepanitiaan melalui divisi entreprenurship di kepanitiaan tingkat kampus.
Baginya, nama divisi entrepreneurship terlihat keren baginya. Tapi ia tidak menyangka ternyata divisi tersebut fokus dalam penjualan atau berbisnis untuk memenuhi anggaran kepanitiaan. Titik ini adalah salah satu breakpoint yang terjadi di hidupnya, yaitu ketika seorang Hans yang notabene orang yang pendiam dipaksa untuk berjualan nasi kuning setiap harinya selama 1 bulan. Siapa sangka ternyata Hans menjadi best staff entrepreneurship untuk kepanitiaan pertamanya di hidupnya. Dari situ, ia secara tidak langsung berhasil menjalin relasi dengan teman-teman perkuliahannya dan mulai dikenal oleh teman-teman seangkatan. Tidak berhenti disitu, Hans pun mulai berani untuk bersikap seperti apa yang dia mau. Sebut saja untuk kelas Matematika yang isinya 200 orang ia selalu memilih untuk duduk di depan pojok kiri hingga orang-orang mengganggapnya orang yang rajin belajar, padahal ia sendiri selalu menyangkal anggapan tersebut. Tapi pada akhirnya, he is okay with that assumption.
Berlanjut ke tingkat Jurusan, Teknik Informatika ITB, dimana Hans mulai mendapatkan berbagai pengalaman baru yang tidak pernah terbayangkan di dalam hidupnya saat itu. Awalnya ia berpikir bahwa hidupnya di kuliah jurusan hanya seputar kuliah, tugas, dan pulang. Tetapi ternyata ia mendapatkan jauh lebih dari itu. Di jurusan inilah ia mulai bermetamorfosis menjadi kupu-kupu indah. Ia dengan percaya diri mau berkenalan dengan setiap orang di angkatan dan jurusannya dan berhasil menghafal semua nama-nama di angkatannya, IF STI 2018. Ia mulai merasakan betapa serunya bermain dan bersosialisasi dengan orang-orang sehimpunan yang ia sering dapatkan dari kepanitiaan dan organisasi yang diikutinya.
Hingga pada tingkat 3 pun, ia mencoba hal baru, yaitu menjadi seorang leader yang akan memimpin jalannya suatu divisi. Suatu hal yang cukup menantang menurutnya. Bagaimana seseorang yang biasanya mengalir mengikuti arus tiba-tiba bisa menjadi orang yang menggerakkan perahu dengan penuh kendali layaknya pembajak laut? Kadiv pertamanya menjadi suatu hal yang menarik dan batu loncatan ke arah kehidupannya di masa depan. Ia menemukan bahwa bergaul dengan orang adalah sesuatu yang menarik dan indah. Mendapatkan berbagai sudut pandang terhadap suatu hal adalah sesuatu yang berharga di hidupnya. Hal-hal tersebut mengarahkan ia padahal suatu statement: Ia sekarang berharap pada suatu pekerjaan yang bisa melibatkan keilmuannya di Informatika, tetapi juga terkait untuk berurusan dengan orang-orang. And then ia menemukan jawabannya melalui keilmuan Sistem Informasi yang dipelajarinya sejak tingkat 3 hingga lanjut ke S2 untuk opsi Sistem Informasi.
Hans sangat bersyukur atas keputusannya untuk mendalami Sistem Informasi saat itu. Rupanya segala hal yang terjadi di hidupnya seperti sudah dirancang oleh Tuhan bahwa jalan Hans akan ke arah sana. Berawal dari ketertarikan pada mata kuliah IF3141 Sistem Informasi, ia mendapatkan magang sebagai Product Manager. Ketika menjadi PM, ia bertemu dengan mentor yang menggiringnya untuk berpikir luas terkait pekerjaan IT: apakah mau menjadi seorang programmer atau seorang analyst? Dan ia juga bertemu dengan mentor yang ternyata S2 dan mengatakan bahwa ilmu itu adalah sebuah investasi berharga. Tidak dapat dirasakan sekarang, tetapi akan bermanfaat bertahun-tahun kemudian. Setelah mengambil langkah mantap untuk lanjut S2, ada banyak kesempatan yang ia peroleh di perkuliahannya. Mulai dari asisten Sistem Informasi, proyek Sistem Informasi, hingga pekerjaan part-time nya sebagai System Analyst, sebuah role yang pernah dimention oleh mentornya ketika magang dahulu.
Last but not least, in his final year as an undergraduate student, he finally got something that truly change his life 180 degree. Menjadi bagian dari Badan Pengurus Internal HMIF adalah keputusan terbaik di dalam hidupnya selama menjadi mahasiswa. Mengapa? Karena ia bertemu dengan orang-orang hebat yang ternyata bisa memberikan value yang tidak ternilai harganya. Bukan soal akademik, tetapi soal Kehidupan. Menjadi BP hanyalah bagian berkegiatannya saja, tetapi yang paling matters baginya adalah bergaul dan berteman dengan rekan-rekan BP nya. Pengalaman bergaul dengan orang-orang hebat di BP Internal akhirnya memberikan suatu lesson learned yang sangat berharga.
Confidence is the key to do anything we wanted to but we are afraid of it
Dari kata kunci confidence saja, ia berhasil melakukan hal-hal yang sebelumnya ia tidak pernah lakukan. Menjadi speaker di dalam sebuah acara, melakukan orasi wisuda HMIF, and the most important is punya keberanian untuk mengutarakan pendapat dan apa yang dirasakan dan apa yang diinginkan kepada orang lain.
Dan sekarang, ia sangat senang dengan apa yang ia miliki dan jalani di hidupnya dan senantiasa berharap bahwa hidupnya ke depan akan menjadi lebih baik dan dapat terus mengeksplorasi segala hal yang diinginkan di dalam hidupnya.
Bonus Story
Sebagai bonus story, hidup Hans sebetulnya tidak sekosong itu. Ia pun juga manusia yang tentu saja tertarik kepada lawan jenisnya. Namun, kisah cintanya pun tidak seindah seperti yang orang-orang bayangkan. Setiap kali ia mengejar sosok wanita yang disukainya, hampir selalu diakhiri dengan kekecewaan, entah dari sisi wanita atau dari sisi dia sendiri sebagai laki-laki. Pengalaman penolakan pun pernah dialaminya dan itu rasanya berat sekali baginya untuk menerima kenyataan tersebut. Butuh waktu 3 bulan baginya untuk akhirnya bisa berdamai dan menerima realita hidup yang terjadi.
Dahulu, Hans berpikir bahwa ia sangat membutuhkan pasangan di hidupnya. Ia iri dengan orang-orang di sekitarnya yang terlihat sangat bahagia bersama pacarnya. Ia pun berpikir bahwa memiliki pacar barangkali bisa menjadi solusi baginya untuk lebih bahagia. Ada kalanya ketika Hans terlalu bergantung pada orang yang disukainya hingga ia ternyata berkorban berlebihan hingga merugikan diri sendiri. Disitu ia begitu menggantungkan kebahagiaannya melalui menyenangkan orang lain.
Ternyata masalahnya cuman satu: Hans belum sepenuhnya bahagia dengan dirinya sendiri. Seseorang pernah berkata bahwa buatlah diri bahagia terlebih dahulu sebelum bisa membahagiakan orang lain. Terimalah dirimu apa adanya, uruslah dirimu terlebih dahulu, baru kamu bisa mengurus orang lain. Ia akhirnya sadar bahwa cara berpikirnya salah dan perlu diperbaiki. Setelah mendapatkan wejangan dari orang-orang di sekitarnya, akhirnya ia menyadari bahwa penting untuk bisa take care of himself terlebih dahulu baru bisa take care of his loved ones. Barangkali itu prinsip yang dipegang baginya terkait masalah percintaan. Tuhan memang belum mengizinkan ia untuk having a relationship saat ini, tapi ia percaya akan ada orang yang cocok bagi dirinya untuk menjadi pasangan hidup di masa depan.
Nice story, thanks for sharing Hans! Hope this can inspire others to be confident, not afraid to get out of their comfort zone, and most importantly, be able to love themself, embrace their weaknesses and strength, and keep growing towards a better self!
ReplyDeleteHans kalo kamu org tipe kamu lebih cocok cari cewe yg udah kenal dari lama dimulai dr temen sendiri yg lulus SMA brg2 trs kuliah dikampus yg sama. Krn chemistry itu sebenernya udah dibangun sejak lama. Good luck yah
ReplyDelete